Rabu, September 26, 2007

Fauzi Bowo – Prijanto Tidak Boleh Menghambur-hamburkan Uang Rakyat

[The Jakarta Watch] - Gubernur / Wagub DKI Jakarta yang baru akan mengawali tugasnya dengan penuh cobaan. Bahkan mungkin tanpa dukungan simpati yang cukup baik dari warga Jakarta. Mengapa demikian ? Soalnya, seperti ramai diberitakan media massa, untuk pelantikannya saja, kabarnya pasangan Fauzi Bowo – Prijanto menyedot dana rakyat sampai dengan Rp 1,425 miliar.

Jelas, hal ini merupakan langkah awal yang menimbulkan citra negatif bagi Fauzi Bowo -- Prijanto, padahal langkah akhir menuju kesejahteraan warga Jakarta, masih sangat jauh. Informasi seperti itu mengesankan bahwa Pemerintah DKI Jakarta – termasuk Fauzi Bowo -- menghambur-hamburkan uang rakyat. Disamping menyakiti hati warga Jakarta, tindakan demikian sama sekali tidak relevan dengan visi dan misi yang dikampanyekan oleh pasangan Fauzi Bowo -- Prijanto yang (waktu itu) mengusung kampanye “Jakarta Untuk Semua” ini.

Bagi seluruh warga Jakarta kami juga menghimbau agar bersama-sama bahu-membahu dan bekerjasama untuk melakukan monitoring 100 (Seratus) Hari Pertama untuk mengawasi dan memantau kinerja Fauzi Bowo – Prijanto sebagai Gubernur / Wagub DKI Jakarta yang baru. Terus terang, kinerja 100 Hari Pertama sebagai Gubernur/Wagub akan sangat menentukan nasib dan masa depan warga Jakarta untuk masa-masa selanjutnya.

Kepada Fauzi Bowo -- Prijanto sebagai Gubernur/Wagub DKI Jakarta, kami meminta agar sebagai pemimpin baru, dapat segera melakukan upaya-upaya kongkrit untuk memberikan kenyamanan, keamanan, dan kesejahteraan kepada warganya. Langkah awal yang negatif berupa pemborosan biaya pelantikan, hendaknya menjadi langkah yang terakhir kali dan jangan sekali-sekali menghamburkan uang rakyat lagi di masa mendatang. Selamat untuk Fauzi Bowo -- Prijanto, semoga Anda berdua sukses.

(Sumber : Rakyat Merdeka Dotcom (27/9/2007), Suara Pembaruan (29/9/2007), Seputar Indonesia (30/9/2007), Indo Pos (1/10/2007)), Sinar Harapan (1/10/2007), Majalah Trust (1-7/10/2007), Majalah Tempo (14/10)/2007.

Jumat, September 21, 2007

Konglomerat Sukanto Tanono Akhirnya Kalah di Pengadilan Singapura

[Bloomberg Online] - Hakim Pengadilan Tinggi Singapura (Singapore High Court), Kamis (20/9), menolak gugatan konglomerat Sukanto Tanoto dalam kasus Adaro terhadap tergugat satu Deutche Bank dan tergugat dua PT Dianlia Setyamukti.

Hakim tunggal Kan Ting Chiu dalam putusannya menilai Beckkett Pte Ltd, perusahaan yang secara tidak langsung dimiliki oleh bos Raja Garuda Mas ini tidak bisa membuktikan bahwa penjualan saham Adaro yang melibatkan tergugat satu dan dua itu dilakukan di bawah harga pasar.

Selain menolak gugatan Beckkett, perusahaan Sukanto tersebut juga divonis untuk membayar biaya pengacara Dianlia. Menanggapi putusan ini, Steven Chong, pengacara Beckkett langsung bergegas meninggalkan ruang persidangan tanpa menyatakan banding atau tidak atas putusan tersebut.

Kasus ini bermula dari perjanjian gadai 40% saham PT Adaro Indonesia oleh Asminco kepada Deutche Bank Singapura pada tahun 1997. Deutche Bank lalu menjual saham itu kepada PT Dianlia menyusul gagalnya Asminco melunasi hutangnya. Beckkett adalah penjamin saham tersebut. (*)

Prihatin Aksi Kekerasan Terhadap Wartawan Tangerang

[The Jakarta Watch] - Aksi kekerasan terhadap insan pers terjadi lagi. Kali ini menimpa dua orang wartawan harial lokal Tangerang Tribun yang menjadi aksi pengeroyokan oleh tim sukses Calon Bupati Tangerang Airin Rachmi Diany, pada hari Kamis (20/9). Aksi pengeroyokan ini terjadi di kantor Tim Sukses Jazuli – Airin di Jalan Boulevard, Gading Serpong, Tangerang saat kedua wartawan itu hendak meliput penurunan beras raskin dari mobil Departemen Sosial (Depsos) di kantor tersebut.

Berdasarkan informasi media, kejadiannya berawal ketika reporter Unsyiah Sangidah dan fotografer Mohammad Jakwan dari harian Tangerang Tribun menaruh kecurigaan terhadap aktifitas di kantor tim sukses tersebut. Apalagi di kantor tim sukses tersebut ada mobil Depsos RI milik negara – yang mengangkut beras raskin yang akan dibagikan dalam kampanye. Jika ini benar, tentunya merupakan pelanggaran yang serius.

Berikaitan dengan hal tersebut di atas, kami dari Jakarta Community Watch (JCW) menyampaikan keprihatinan sekaligus pernyataan sikap sebagai berikut. Pertama, sebaiknya dua reporter yang mengalami aksi kekerasan tersebut melaporkan kasus tersebut kepada pihak yang berwajib agar dapat diproses secara hukum. Kedua, kami meminta agar Menteri Sosial RI menindak anak buahnya yang melakukan konspirasi dan melakukan politisasi penyaluran beras untuk orang miskin.

Ketiga, kami meminta agar para Calon Bupati/Wabup Tangerang dapat mengendalikan semua tim suksesnya, agar dapat berlaku baik dan santun, karena jika tidak bisa menjadi boomerang bagi pencitraan Calon Bupati/Cabup di mata konstituen – apalagi dalam brosur yang disebarluaskan kepada masyarakat, citra para Calon Bupati/Cabup terkesan ganteng/cantik dan lembut – tidak ada kesan premanismenya.

Keempat, kami meminta Panwasda Pilkada serius memberikan sanksi terhadap Calon Bupati/Cabup yang terbukti melakukan pelanggaran hukum dan pelanggaran administrasi. Kelima, kami menghimbau masyarakat Tangerang untuk menggunakan hak pilihnya secara benar, sesuai dengan hati nuraninya. Mudah-mudahan ke depan, tidak ada lagi kekerasan terhadap wartawan. Terima kasih.

(Sumber : Seputar Indonesia (23/9/2007), Koran Tempo (24/9)/2007, Indo Pos (34/9/2007), Pelita (24/9/2007), Prakarsa Rakyat (24/9/2007), Sinar Harapan (25/9/2007), Gala Media (24/9/2007)

Kamis, September 20, 2007

PWI: Penyadapan Telepon Wartawan Merupakan Pelanggaran

[Kantor Berita Antara] - Penyadapan telepon terhadap wartawan majalah Tempo Metta Dharmasaputra dalam menjalankan tugas sebagai jurnalis adalah suatu bentuk pelanggaran peraturan perundangan, kata Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Tarman Azzam."

Di mana saja di seluruh dunia penyadapan terhadap wartawan adalah pelanggaran, wartawan dilindungi oleh UU dalam tugas-tugas peliputannya," kata Tarman di sela acara Tokoh/Sesepuh Pers Nasional bersama PWI yang dihadiri wartawan senior Rosihan Anwar di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, alasan polisi melakukan penyadapan telepon wartawan untuk keperluan pengungkapan kasus kejahatan termasuk melacak keberadaan buronan, tidak bisa dibenarkan."Bahkan jika ternyata diduga ditemukan penyimpangan oleh wartawan tersebut dalam pembicaraan melalui telepon dengan sang sumber, polisi tetap tidak bisa memprint out dan mempublikasikannya," katanya.

Ia menyayangkan tindakan kepolisian dan pihak operator telepon seluler tersebut.Sebelumnya Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Sisno Adiwinoto mengatakan, penyidik memanggil Metta karena diduga pernah berhubungan dengan terpidana 11 tahun Vincentius Amin Santoso yang pernah kabur ke Singapura.

Sisno menegaskan bahwa polisi tidak pernah menyadap telepon Metta dalam menjalankan tugas sebagai jurnalis tetapi yang dilakukan adalah menyadap telefpn seorang penjahat.Dalam penyadapan itu, polisi menemukan adanya hubungan antara orang yang dicari dengan Metta sehingga wartawan ini dimintai keterangan untuk menjelaskan ada hubungan apa dengan buronan itu.(*)

Tersangka Penggelapan Pajak Asian Agri Bisa Bertambah

[Tempo Interaktif] - Direktorat Jendral Pajak menyatakan tersangka penggelapan pajak Asian Agri, perusahaan milik taipan Sukanto Tanoto, ada kemungkinan terus bertambah. "Sangat mungkin bertambah. Tapi belum final karena kami masih terus melakukan penyidikan secara maraton," kata Direktorat Jendral Pajak Darmin Nasution kepada wartawan di sela-sela rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta kemarin.

Menurut dia, tidak tertutup kemungkinan Sukanto Tanoto menjadi tersangka. Namun, dia pesimistis karena pajak Asian Agri ditandatangani oleh direksinya, bukan oleh pemilik. Pembayaran pajak Asian Agri juga dilakukan oleh perusahaan, bukan oleh orang terkaya di Indonesia versi majalah Forbes tersebut. "Kecuali direksi mengaku lain," katanya. Direktur Intelejen dan Penyidikan Direktorat Jendral Pajak Mochamad Tjiptardjo menjelaskan, hingga kini aparat pajak baru menetapkan lima tersangka penggelapan pajak Asian Agri. Kelimanya merupakan jajaran direksi Asian Agri. "Kemungkinan bertambah memang bisa," katanya kepada Tempo saat menyerahkan berkas penggelapan pajak Widjokongko Puspoyo kepada Kejaksaan, Selasa lalu.

Dia sependapat dengan Darmin bahwa Sukanto Tanoto bisa saja menjadi tersangka. Namun, penetapkan status tersangka kepada Sukanto perlu didukung oleh data dan bukti yang lengkap. "Itu yang sedang kami kumpulkan," ujarnya. Tim penyidik Direktorat Jenderal Pajak masih mengumpulkan keterangan saksi dari internal perusahaan. Jumlah saksi yang sudah diperiksa tim penyidik sudah mencapai 33 orang. "Nanti kalau sudah lengkap baru akan ditentukan tersangkanya lagi," kata Tjiptardo. Berdasarkan penyelidikan sementara, aparat pajak menemukan bukti kuat Asian Agri menggelapkan pajak.

Perusahaan agro bisnis tersebut menggelebungkan biaya perusahaan sebesar Rp 1,5 triliun, menggelembungkan kerugian transaksi ekspor sebesar Rp 232 miliar dan mengecilkan hasil penjualan sebesar Rp 889 miliar. Akibat modus itu penyidikan awal menunjukkan negara dirugikan sekitar Rp 786,3 miliar.Darmin menjelaskan, penyidikan berlangsung lama karena banyaknya perusahaan yang terafiliasi dengan Asian Agri dan juga perusahaan induknya (holding) Raja Garuda Mas. "Yang sudah terkait saja ada 15 perusahaan," paparnya. Akibat banyaknya perusahan yang diselediki, aparat pajak juga belum sempat mengirim tim ke Hongkong-- salah satu kantor Asian Agri-mencari bukti-bukti baru. Oleh sebab itu, kata dia, sampai saat ini Direktorat Jendral Pajak masih belum melimpahkan kasus penggelapan pajak Asian Agri ke kejaksaan karena penyedikan masih belum rampung. "Kami akan menyerahkan (ke kejaksaan) bila sudah selesai."

Manajer Komunikasi Korporat Asian Agri Rudy Victor Sinaga ketika dimintai tanggapan atas penggelapan pajak Asia Agri meminta Tempo menghubungi kuasa hukum. "Tanya ke kuasa hukum saja," ujarnya kepada Tempo di Jakarta Selasa (18/9). Kuasa Hukum Asia Agri M. mengatakan, tidak ada yang baru dari hasil pemeriksaan sementara Direktorat Jendral Pajak. "Dari dulu sudah disebutkan tersangka lima orang itu (direksi Asian Agri). Tapi penyelidikan masih berjalan," ujarnya saat dihubungi Tempo, Selasa malam.Untuk urusan hukum, Afriandi menyerahkan persoalannya kepada aparat. Relevan atau tidak kasus tersebut Asian Agri juga terus melihat perkembangan. "Biar mereka (aparat hukum) yang menuntaskan," ujarnya. (*)