Selasa, Oktober 30, 2007

Pemprov DKI Tegur Keras Pengelola Parkir

[Okezone Dotcom] - Perusahaan pengelola parkir di Plaza Semanggi, Senayan City, dan Pondok Indah diberi teguran keras pemerintah provinsi DKI Jakarta. Alasannya, pengelola parkir telah menaikkan tarif secara sepihak.

"Saat ini, dia (pengelola parkir) sudah memberlakukan tarif normal. Mereka sudah kembali ke jalan yang benar," ujar Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo di Balaikota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (30/10/2007).

Pengelola parkir yang mengelola tiga tempat itu ternyata adalah satu perusahaan, yakni PT Securindo Pactama Indonesia. Securindo adalah satu-satunya perusahaan pengelola parkir yang mendapatkan surat teguran II. Sedangkan, 10 perusahaan lainnya hanya diberikan surat peringatan atatu surat teguran I.

"Pemprov DKI sudah menindak 11 perusahaan pengelola parkir yang ada di 13 lokasi di Jakarta. Setiap langkah siapapun yang tidak sesuai hukum tentu tidak dibenarkan," tegas gubernur jebolan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia ini.

11 Perusahaan yang diberi teguran itu merupakan pengelola parkir yang membandel. Sebab, mereka menaikkan tarif secara sepihak. Pemprov tidak akan tinggal diam dan akan menindak tegas apabila para pengelola parkir kembali melanggar aturan.

Fauzi berkal-kali menegaskan, bila perusahaan parkir kembali menaikkan tarif sepihak, maka akan diterbitkan surat teguran III. Bila surat teguran III tidak juga direspons, maka Fauzi tidak memberi ampun untuk menyegel dan mencabut izin operasi.

"Saya sudah beritahukan kepada teman-teman di sini, yang tidak sesuai dengan aturan maka kita tertibkan," perintah Fauzi kepada bawahan. Sebelumnya, 13 lokasi parkir di Jakarta telah menaikkan tarif secara sepihak. Untuk parkir mobil misalnya, menjadi Rp3 ribu per jam pertama dan 2 ribu untuk setiap jam berikutnya. (Selasa : 30/10/2007)

Warga Pondok Indah Laporkan Pemerintah DKI Jakarta

[Tempo Interaktif] - Warga perumahan Pondok Indah, Jakarta Selatan melaporkan pemerintah provinsi DKI Jakarta ke Markas Besar Kepolisian. Pemprov DKI dianggap telah merugikan warga perumahan tersebut dengan pembangunan jalur busway koridor VIII Lebak Bulus-Harmoni.

"Warga masyarakat Pondok Indah telah merasa dirugikan secara pidana oleh Pemprov DKI ketika dipimpin Bang Yos (Sutiyoso) dan dilanjutkan Fauzi Bowo," kata kuasa hukum Pondok Indah Wilmar Storus di Markas Besar Kepolisian RI, Selasa (30/10). Selain Sutiyoso dan Fauzi Bowo, mereka juga melaporkan Mohammad Subur, Nelson, dan Budi Widiantoro. Mereka adalah pejabat di Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta.

Wilmar mengatakan mereka dilaporkan dengan pasal 379 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang penipuan dan pasal 266 tentang keterangan palsu. Menurutnya analisa mengenai dampak lingkungan (amdal) yang menjadi dasar proyek pembangunan jalur busway itu tidak sah. Alasannya, tidak ada keterangan dari wakil masyarakat dalam amdal yang dikeluarkan pemprov DKI itu. "Kalau menurut undang-undang masyarakat itu harus ikut, harus menyetujui (amdal)," katanya.

Selain itu mereka juga dilaporkan dengan Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999 tentang lingkungan hidup. Wilmar menolak warga Pondok Indah dianggap arogan karena menolak pembangunan tersebut. Ia menyatakan warga Pondok Indah tidak menolak pembanguan jalur busway. Menurutnya warga hanya mempersoalkan amdal yang dibuat tanpa melibatkan masyarakat.

"Warga Pondok Indah tidak pernah melarang busway," katanya. Laporan warga Pondok Indah tersebut diterima oleh kepolisian. Bertindak sebagai pelapor adalah Stanny Mangunsong sebagai wakil dari warga Pondok Indah. Rencananya mereka juga akan melaporkan pemprov DKI ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk kasus perdata. (Selasa : 30/10/2007)

Minggu, Oktober 28, 2007

Keterlaluan dan Tidak Patut : Kepala Bawasko Jaksel Telantarkan Istri

[Berita Jakarta] - Sungguh tragis apa yang dialami Ny. Flora IM (51). Sebab dia ditelantarkan suaminya berinisial WS, yang menjabat sebagai Kepala Badan Pengawasan Kotamadya (Bawasko) Jakarta Selatan.Selama tiga bulan berturut-turut, ia dan anaknya, RM (14) yang tengah duduk dibangku kelas III SMP Negeri 91 Jakarta Timur, tidak pernah mendapat nafkah dari suaminya.

Bahkan Flora tidak mengetahui keberadaan suaminya sekarang karena sejak tiga bulan lalu tidak pernah pulang ke kediamannya di Jl Pinus 1 No. 7 Rt 006/03, Kelurahan Mekarsari, Cimanggis, Depok Jawa Barat.

Keretakan rumah tangga keluarga Ny Flora tersebut berawal dari perubahan sikap WS yang mulai ditunjukkan pada tahun 2006 lalu, tepatnya setelah WS mengikuti pendidikan Sepamen. Parahnya lagi, usai mengikuti pendidikan itu, banyak short message service (SMS) yang dikirimkan oleh seorang perempuan yang bernuansa asmara kepada telepon seluler suaminya. Pesan singkat yang diterima tersebut sempat ditanyakan oleh Ny Flora. Namun, WS malah berkata kasar dan membalas dengan caci maki.

Kondisi tersebut terus berlangsung hingga mencapai puncaknya pada bulan Mei tahun 2007. Dimana dalam suatu komunikasi di pagi hari secara emosional WS tiba-tiba mencekik leher dan mendorong kepala Ny. Flora. Atas perbuatan tersebut, Ny. Flora melaporkan WS ke Polsek Cimanggis. Namun, atas permintaan pihak keluarga dari suaminya, laporan itu kemudian dicabut. Meski laporan tersebut telah dicabut, tapi WS juga tak kunjung menunjukkan perubahan sikap. Keretakan rumah tangga ini kemudian berujung pada sikap WS untuk meninggalkan anak dan istrinya sekitar bulan Juli lalu.

"Saya tak tahu dimana suami saya sekarang. Saya ingin suami saya pulang ke rumah dan kembali lagi seperti keluarga kami yang dulu (harmonis-red). Apalagi, suami saya itu kan sudah mau pensiun setahun lagi, seharusnya kita bisa menikmati masa indah itu bersama-sama," tutur Ny. Flora disertai isak tangis saat dihubungi, Sabtu (27/10).

Pensiunan guru itu berharap, agar kasus yang menimpa keluarganya itu cepat selesai, dan berharap suaminya segera kembali kepadanya. Oleh karena itu, ia berharap suaminya segera sadar diri jika memang benar ia telah tergoda dengan perempuan lain. "Saya minta suami saya sadar. Jangan tinggalkan kami seperti ini, kasihan anak kami," harapnya. Selama tiga bulan ini, Ny. Florida mengaku sangat stres. Bahkan, telah masuk dalam stadium depresi mental. Berat badan pun turun hingga 20 kilogram.

Dia pun mengaku telah mengadukan masalah yang dia hadapi kepada Gubernur DKI Jakarta yang ketika itu masih dijabat Sutiyoso tertanggal 29 September 2007. Bahkan pihak keluarganya juga sudah melaporkan permasalahan rumah tangganya kepada Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta, Sukesti Martono. Namun, hingga kini dia belum mendapatkan jawaban yang jelas atas permasalahan yang dihadapinya.

Kepala BKD DKI Jakarta, Sukesti Martono, ketika dihubungi mengaku sudah mengetahui kasus tersebut. “Saat ini kasus itu sedang dibahas. Saya sudah mengusulkan kepada Sekda agar kedua belah pihak dipanggil untuk diminta klarifikasi sehingga masalahnya bisa diselesaikan,” kata Sukesti. Pihaknya, kata Sukesti, mengaku tidak memiliki kewenangan memberikan sanksi karena hal ini kebijakan pimpinan. “Yang berhak memberikan sanksi adalah Pak Sekda, karena beliau Ketua Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan),” jelasnya.

Ketika didesak apakah WS bisa dicopot dari jabatannya, kembali Sukesti mengatakan itu kebijakan pimpinan. Tindakan yang dilakukan WS juga mendapat protes keras dari Direktur Eksekutif Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I), Tom Pasaribu.
Ia sangat menyesalkan tindakan yang dilakukan WS. Seharusnya, sebagai pamong, WS memberikan contoh yang baik kepada masyarakat, bukan sebaliknya. “Kalau memang benar, seharusnya dia (WS-red) dicopot saja dari jabatannya,” tegas Tom. Sementara itu WS ketika dikonfirmasi tidak dapat dihubungi karena telepon selulernya sedang tidak aktif. (Sabtu : 27/10/2007).

Kamis, Oktober 18, 2007

Imbauan Foke Diabaikan, Pendatang Baru Membludak

[Okezone] - Pendatang baru terus berdatangan dan memadati Jakarta melalui Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat. Mereka tetap tidak menggubris imbauan Gubernur DKI Jakarta Fauzi “Foke” Bowo agar tidak datang ke Jakarta. Imbauan itu dikeluarkanya sebelum lebaran yang disampaikan kepada para pemudik supaya tidak membawa saudara, teman ataupun handai-tolannya. Sayang, Imbauan tersebut sekarang tinggal isapan jempol belaka.

Asep (25), pemudik asal Purwakarta mengaku baru pertamakali menginjakan kakinya di Jakarta. Hal itu dikalukanya setelah peruahaan perkebunan di daerah asalnya tidak memperpanjang kontrak kerjanya. Dia ke Jakarta tidak hanya bermodal nekat.

Maklum, temannya yang mengaku anggota Marinir TNI-AL, bernama Arya Gladiano (23) mengiming-imingi kerjaan di salah satu perusahaan swasta di Tanjung Priok. “Kasihan dia di kampung, dari pada bengong di kampung ngak ada kerjaan mendingan ke Jakarta saya cariin kerjaan,” ujar Arya kepada okezone di Stasiun Senen, Kamis (18/10/2007 (*)

Rabu, Oktober 17, 2007

Bang Foke Harus Berani Tegur Pengusaha Mall

[The Jakarta Watch] - Mungkin Bang Foke – panggilan Gubernur DKI Fauzi Bowo belum mendengar, bahwa banyak warga Jakarta yang belakangan ini kesal. Soalnya sejumlah pusat perbelanjaan diam-diam sudah mencuri start menaikkan tarif parkir kendaraan bermotor sejak 1 Oktober 2007. Padahal, kenaikan tarif parkir seharusnya mendapat persetujuan dari Pemprof DKI Jakarta.

Media massa mencatat sejumlah mall atau pusat perbelanjaan (antara lain Plaza Semanggi, Senayan City, Plaza Indonesia) sudah menaikkan tarifnya dari Rp 2.000 untuk satu jam pertama menjadi Rp 3.000 untuk dua jam pertama – tidak ada lagi tarif untuk satu jam pertama. Tentu saja kenaikan tarif ini merugikan konsumen.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pun, sudah bereaksi. Seperti yang disampaikan oleh pengurusnya, Tulus Abadi, YLKI banyak menerima laporan kerugian konsumen. Wajar jika lembaga tersebut menilai bahwa kenaikan tarif parkir yang dilakukan secara sepihak ini tidak pantas. Soalnya, pelanggaran terhadap SK Gubernur DKI Jakarta No. 98 Tahun 2003 yang menetapkan tariff parkir sebelumnya, seharusnya tidak bisa ditolelir, dan wajib ditindak tegas.

Menanggapi persoalan warga ini tentu saja kita semua berharap agar Bang Foke berani menegur pengusaha mall dan pengusaha bisnis perparkiran. Warga ingin agar Bang Foke, Gubernur DKI Jakarta menghentikan tindakan semena-mena yang dilakukan oleh pengusaha pengelola pusat perbelanjaan. Dan, tidak boleh membiarkan masalah ini berlarut-larut.

(Sumber : Seputar Indonesia (18/10/2007), Indo Pos (10/10/2007).

Tanpa Restu, Tarif Parkir di Mal Naik : Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah belum memutuskan usulan kenaikan tarif

[Kontan] - Banyak warga Jakarta belakangan ini mengeluh. Sebab, sejumlah pusat perbelanjaan diam-diam sudah mencuri start untuk menaikkan tarif parkir kendaraan bermotor sejak tanggal 1 Oktober 2007 lalu. Padahal, tarif parkir baru itu belum mendapat persetujuan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

Hasil penelusuran KONTAN di sejumlah mal atau pusat perbelanjaan membuktikannya. Antara lain di Plaza Semanggi, Senayan City hingga Plaza Indonesia, Jakarta. Tarif parkir kendaraan yang semula hanya Rp 2.000 untuk satu jam pertama, kini berubah. Pengelola tarif parkir mengubah tarif menjadi Rp 3.000 selama dua jam pertama. Tak ada lagi tarif untuk satu jam pertama.

Tentu saja, Pemprov DKI mengaku terkejut dengan perubahan tarif parkir ini. "Hingga saat ini, saya belum menandatangani kebijakan apapun soal tarif parkir," ujar Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. Pak Gubernur pun berjanji untuk melakukan pengecekan di lapangan.

Menurut Foke, sapaan karib Fauzi, usulan merevisi tarif parkir off street (diluar badan jalan) atau parkir yang ada di sejumlah mal dan pusat perbelanjaan memang sudah masuk. Hanya saja, Pemprov DKI Jakarta masih belum memutuskan usulan itu lantaran masih melakukan pengkajian bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta. "Kami memang tengah menghitung apakah pantas naik atau tidak," imbuh Daniel Abdullah, Ketua Komisi Keuangan DPRD DKI Jakarta.

Lantaran belum ada keputusan, tarif parkir masih harus berpatokan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 98 Tahun 2003. Surat itu menyebutkan tarif parkir di luar badan jalan adalah Rp 1.000-2.000 untuk satu jam pertama dan Rp 1.000-2.000 untuk jam selanjutnya. Sementara tarif sepeda motor tetap Rp 500 per jam.

Pengelola parkir tak lagi bisa menunggu. Menariknya, Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) mengaku tak bisa menunggu keputusan Pemprov DKI. Selain memakan proses yang panjang, biaya perawatan fasilitas perparkiran kini juga sudah terlalu mahal. "Biaya listrik, air dan karyawan sudah mahal, kalau tidak naik kami akan rugi terus," ujar Andreas Kartawinata, Ketua APPBI DKI Jakarta kepada KONTAN.

Henny Wijayanto, juru bicara PT Primatama Kreasi Bersama, pengelola Plaza Semanggi bilang, kenaikan tarif parkir masih dalam tahap uji coba. "Kalau memang banyak keluhan, kami akan turunkan," ujar Henny. Keputusan sepihak pengelola mal ini tentu saja menuai kecaman. Parlemen menilai tindakan pusat perbelanjaan ini sebagai tindakan yang semenamena. "Konsumen sebaiknya membayar sesuai ketentuan yang berlaku yakni Rp 2.000 per jam," ujar Igo Ilham, anggota DPRD DKI.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga menilai kenaikan tarif secara sepihak ini tidak pantas. YLKI menilai pelayanan parkir motor dan mobil belum baik. "Banyak laporan kerugian konsumen kepada kami," kata Tulus Abadi, Pengurus Harian YLKI. Makanya, YLKI mendesak agar Pemprov DKI turun tangan menyelesaikan masalah ini. (*)

Selasa, Oktober 16, 2007

Open House Fauzi Bowo Ricuh, Warga Dipukuli Satpol PP

[Menko Kesra] - Open house yang digelar Gubernur DKI Fauzi Bowo alias Foke diwarnai kericuhah. Sejumlah warga terlibat adu mulut dan nyaris berkelahi dengan satpol PP.Sejumlah Aparat ketertiban inipun memukuli warga. Sekitar 20 menit menjelang kedatangan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ke rumah Foke Jl Taman Surapati, Menteng, Jakarta, acara pembagian amplop dan bingkisan makanan dihentikan.

Pintu gerbang rumah Foke ditutup dan antrean warga diputus.Warga kemudian digeser ke arah Taman Surapati di depan rumah Foke. Entah karena tidak tahu Kalla akan datang atau sebab yang lainnya, sebagian warga protes. Mereka tidak mau digeser dan ingin tetap antre.Seorang ibu bahkan berteriak-teriak protes dengan tindakan satpol PP. Dia juga mengacung-ngacungkan poster kampanye Foke saat ingin menjadi Gubernur DKI.

"Jadi begini ya yang namanya Fauzi itu. Ini rakyat miskin mau makan, antre saja diusir-usir," teriak ibu tersebut. Namun satpol PP tidak menggubrisnya. Wanita tersebut tetap diminta bergeser ke Taman Surapati. Pembagian amplop berisi uang Rp 50 ribu kembali dilakukan setelah JK pulang. Namun hanya warga yang memegang kupon berwarna kuning yang dibagikan.

Hal ini menyulut protes warga yang tidak memegang kupon itu.Mereka terus mendesak agar dibagi amplo juga. Akibatnya terjadi aksi saling dorong antara warga dan parpol. Dan tiba-tiba, sejumlah satpol mencabut pentungan dan memukuli beberapa orang warga. Situasi pun bertambah panas.Beruntung kericuhan yang lebih besar berhasil dicegah. Petugas satpol yang emosi ditarik ke belakang. Warga juga kemudian bisa ditenangkan."Ngga dibagi ya ngga apa-apa. Tapi jangan dipukulin kayak gitu. Kita ini manusia bukan binatang," gerutu seorang warga. (*)

Jumat, Oktober 12, 2007

Kasus Eric Harus Menjadi Pelajaran Berharga Bagi Camat Lainnya

[The Celebrity Watch] - Kasus penganiayaan yang dilakukan Eric Pahlevi Zakaria Lumbun terhadap istrinya, Mike Deviani Bewinda, akan berdampak pada kelangsungan karirnya sebagai Camat Makasar. Sebab, kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan putra mantan Wali Kota Jakarta Pusat, Hosea Petra Lumbun, telah mencoreng nama baik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Kasus penganiayaan yang dilakukan Eric terhadap istrinya, menurut media, sudah berlangsung cukup lama. Karena sudah tidak tahan dengan penyiksaan yang dialaminya, akhirnya Mike melaporkan kasus ini ke Polres Metro Jakarta Timur. Aksi kekerasan dilakukan Eric di kediaman mereka di Jalan Warung Sila No 1, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Akibat aksi kekerasan yang dilakukan lulusan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor ini, sang istri menderita luka yang cukup parah di kepala, bibir, dan pipi.

Kepala Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) DKI Jakarta, Firman Hutajulu, sudah mengeluarkan statement bahwa kasus yang menimpa Eric Pahlevi tersebut telah sampai pada tahap pengumpulan bukti-bukti dan saksi. Bahkan, apabila kasus ini terus berlanjut hingga sampai pada perkara pidana, maka tidak menutup kemungkinan jabatan Camat Makasar yang dipercayakan kepada Eric akan dicopot. Tidak hanya itu, berdasarkan penyidikan Bawasda, Eric Pahlevi ternyata juga menderita ketergantungan terhadap obat-obat penenang jenis psikotropika.

Berkaca kepada persoalan ini, tentu saja sebagai warga, sikap Camat seperti itu sangat memprihatinkan warga. Sebagai pimpinan wilayah, seharusnya Camat bisa jadi teladan. Kalau kelakuanya sendiri tidak bagus gimana bisa menjadi panutan ? Oleh sebab itu para Camat dan pejabat pimpinan wilayah lainnya harus mengambil pelajaran dan hikmah dari kasus Eric ini. Pertama, meskipun lulusan IPDN, hendaknya bisa menahan diri untuk tidak main tangan terhadap isteri atau pun warga. Kedua, harus berjuang untuk menegakkan disiplin kepegawaian, sehingga bisa menjadi panutan bagi aparat lainnya.

Terhadap Pemerintah DKI Jakarta, hendaknya melakukan evaluasi ulang terhadap system perekrutan terhadap para karyawan dan pejabatnya. Jangan memperhitungkan latar belakang orang tuanya yang mantan pejabat atau pejabat aktif, tetapi memperhitungkan masalah profesionalisme personalnya (seperti : attitude dan kapabilitas). Bila hal demikian, mudah-mudahan kasus Eric tidak akan berulang. Terima kasih. (*)

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1428 H

[The Jakarta Watch] - Sepuluh Tahun Kita Telah Bersama. Perjuangan dan karya tak pernah sirna ditelan masa. Mengabdi tak kenal batas dan wilayah. Terima kasih Rakyat Jakarta ! (Sumber : Teks Iklan Lebaran Keluarga Sutiyoso).

Segenap Pimpinan dan Karyawan JakWatch (The Jakarta Watch) Mengucapkan : Selamat Hari Raya Idul Fitri 1428 H, Minal Aidin Wal Faizin, Mohon Maaf Lahir Batin.

Warga Meruya Selatan Prihatin atas Putusan PN Jakbar

[Media Indonesia] - Warga Meruya Selatan, Jakarta Barat prihatin atas kekalahan Pemerintah DKI di Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam hal tanah yang disengketakan antara Pemerintah DKI Jakarta, PT Portanigra, dan warga Meruya Selatan sendiri.
Tokoh Meruya Selatan, Sanjaya Darmawan, yang ditemui Media Indonesia di Sekretariat Forum Masyarakat Keluarga Meruya Selatan (FMKMS) menyatakan sedih atas kekurangtelitian yang terjadi di lingkungan Pemerintah DKI Jakarta.

"Kami menyatakan Pemda DKI Jakarta sangat ceroboh dan kurang teliti. Mengapa mau perang kok tidak menyediakan peluru dulu? Kalau mereka benar-benar siap di pengadilan, harusnya mereka siap dengan sertifikat-sertifikat asli, bukan hanya foto kopian," ujar Sanjaya.
Sanjaya menjelaskan kalah atau menangnya Pemda DKI di pengadilan tidak akan berimplikasi apa-apa terhadap perjuangan warga Meruya Selatan yang kini masih melawan PT Portanigra dalam hal pengakuan kepemilikan tanah di Meruya Selatan.

"Kalau pun Pemda menang, tidak berarti apa-apa buat kita. Paling-paling kita jadi sedikit punya greget moral. Sebab sebetulnya lawan kita adalah tiga, yaitu PT Portanigra, H Juhri bin H Geni, dan H Yahya bin H Geni," ujar Sanjaya. Ketua RT 05 RW 06 Mruya Selatan, H Manaf, juga mengaku prihatin atas kekalahan Pemda DKI Jakarta. "Saya sih tidak ngikutin banget kasus ini, tapi kalau Pemda sampai kalah, saya prihatin saja," katanya.

Keduanya lebih jauh menyatakan pihaknya hingga saat ini masih mengklaim sertifikat-serifikat tanah yang mereka pegang adalah asli. "Saat ini kita sudah sampai pembuktian surat-surat. Ada 685 orang yang akan mengajukan pembuktian keaslian sertifikat tanah. Insya Allah, soal surat-surat kami lebih siap daripada Pemda DKI," kata Sanjaya. (*)

Rabu, Oktober 10, 2007

Fauzi Bowo Prihatin Maraknya Peminta-Minta

[Jurnal Nasional] - Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengaku prihatin terhadap maraknya peminta-minta di Jakarta. Ia pun menugaskan aparat Pemprov DKI untuk meneliti penyebab munculnya mereka dengan modus membawa gerobak tidur dan tidur di tepi jalan terutama mendekati masa lebaran.

Ia pun meminta dinas terkait untuk meneliti, apakah peminta-minta musiman itu warga Jakarta atau pendatang. "Saya kasihan juga melihat mereka. Namun yang harus kita ketahui adalah apakah mereka warga pendatang atau bukan. Bila pendatang maka akan dipulangkan," tegasnya.

Ia menambahkan dari laporan sementara yang diperolehnya ada indikasi bahwa para peminta-minta itu dikoordinasikan atau diatur oleh seorang koordinator dan dibebani memberikan sejumlah setoran ke koordinator itu.

"Laporan dari Walikota Jakarta Selatan, sekitar dua pekan yang lalu ada dua koordinator yang tertangkap. Diperoleh keterangan mereka bisa mengoordinasikan hingga 150 orang dan meminta setoran per harinya Rp35.000 hingga Rp40.000," ungkapnya. Bila itu benar, masih menurut Fauzi , maka koordinator itu setidaknya dalam satu hari memperoleh uang yang cukup besar. (*)

Selasa, Oktober 09, 2007

Pasar Rakyat yang Tak Merakyat

[Tempo Interaktif] - Penyelenggaraan Pasar Rakyat oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kurang diminati masyarakat. Sebagai contoh di halaman PT Jakarta Express Trans, sisi Terminal Pinang Ranti, Jakarta Timur.

Sejumlah ibu-ibu yang dihubungi Tempo mengaku kecewa karena harga berbagai kebutuhan yang ditawarkan di pasar rakyat tersebut tidak berbeda jauh dengan harga di pasar maupun warung, “Bahkan lebih murah di Carrefour” ujar Yani, warga RT 01/ RW 001, Pinang Ranti.

Ia sebenarnya sudah mengunjungi pasar rakyat tersebut, namun saat melihat harga-harga yang ditawarkan ia mengurungkan niatnya untuk membeli. “Gula sekilo dijual Rp 6000,” ujar Yani. Padahal di warung dekat rumahnya, sekoligram gula dijual Rp 6200, “Jadi beda-beda dikitlah,” katanya.

Masyarakat juga tidak semuanya mendapat kupon yang bisa ditukar dengan satu paket kebutuhan pokok seharga Rp 20 ribu. “Ya itupun tidak gratis, kita tetap membayar Rp 20 ribu,” ujar Ihat, isteri Ketua RT 01/ RW001 Kelurahan Pinang Ranti. Menurut Ihat, setiap RT hanya mendapat jatah tiga kupon, dia kemudian mengambuil satu kupon.

Satu paket seharga Rp 20 ribu itu berisi 3 liter beras, terigu 1 kg, dan gula 1 kg. Padahal menurut hitung-hitungan Ibu Yoyok, yang juga warga RT 01, di warung harga beras 3 liter Rp 12.000, gula Rp 6200, dan terigu Rp 5000, “Jadi totalnya Rp 23.200, ya... nggak jauh beda” ucap Ibu Yoyok.

Yang membuat banyak ibu-ibu RT 01 kecewa adalah harga minyak goreng yang di jual di pasar rakyat tersebut. “Di sana (pasar rakyat) minyak goreng 2 liter dijual Rp 18 ribu,” ujar Yoyok, tapi minyak goreng yang di jual bermerek Hemat “Nama (merek) hemat baru tadi saya tahu,” ucap ibu Yoyok. “Padahal di Carrefour, merek Tropical dijual Rp 18.800” tambah bu Yoyok. Harga Rp 18.000 per 2 liter pun berbeda dengan keterangan Dinas Usaha Kecil dan Menengah Provinsi DKI Jakarta yang menyebutkan minyak goreng dijual Rp 7000 per liter dari harga pasar Rp 9000 (Koran Tempo Selasa 9/10).

Selain itu, dari jadwal penyelenggaraan pasar rakyat dari pukul 10.00 – 17.30 WIB, juga tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Pasar yang dibuka sekitar pukul 10.00 WIB sudah tutup menjelang jam 12.00 WIB, “Tadi azan zuhur sudah tutup” ujar Ibu Popon yang sehari-hari berjualan di terminal Pinang Ranti. Kemarin senin (8/10), menurut ibu Popon memang sampai pukul 15.00 WIB. (*)

Lebaran Aman, Waspadai Setelahnya

[Kontan] - Anda warga Jakarta, sebaiknya tak perlu memborong apalagi menumpuk bahan makanan menjelang Lebaran. Cadangan bahan makanan di Jakarta dalam kondisi aman. Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo memastikan kecukupan bahan makanan setelah mengunjungi Pasar Tebet dan Kramat Jati. Dalam kunjungan kerja hari pertama sebagai gubernur DKI itu, Fauzi Bowo bertanya langsung kepada pedagang soal pasokan dan harga bahan makanan seperti daging sapi, ayam, beras dan bahan makanan pokok lainnya.

Dari jawaban beberapa pedagang, Foke, panggilan akrab Fauzi Bowo, menyimpulkan stok bahan pangan di Jakarta aman. “Kenaikan harga juga masih dalam batas normal,”? ujar Foke kemarin.
Data Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) DKI Jakarta menguatkan kesimpulan Foke. Data Disperindag DKI menyatakan jumlah persediaan barang-barang kebutuhan masyarakat masih cukup untuk beberapa hari ke depan. Contohnya stok beras. Saat ini, stok beras mencapai 104.436 ton. Sebanyak 22.436 ton di Pasar Beras Induk Cipinang dan stok Perum Bulog DKI Jakarta sebanyak 82.000 ton. Kebutuhan warga Jakarta sendiri 560 ton per hari. “Stok ini bisa menghidupi warga Jakarta sampai 43 hari kedepan,”? ujar Harliman, Pelaksana Harian Kepala Disperindag DKI.

Pun dengan minyak goreng. Pasokannya juga jauh melebihi kebutuhan sehari-hari. Bila kebutuhan warga Jakarta umumnya sebanyak 380 ton per hari, cadangan minyak goreng ada sebanyak 23.500 ton. Meski konsumsi daging sapi dan ayam naik, di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Cakung, jumlah pasokan daging sapi? sebanyak 3.750 ekor ditambah dengan 100.000 ekor dari luar Jakarta. Sedangkan stok ayam potong sebanyak 26.000 ekor.Stok cukup tapi harga tetap naik. Kendati stok cukup, harga-gara bahan makanan tetap saja naik karena melonjaknya permintaan. Di Pasar Tebet misalnya. Harga daging sapi naik Rp 8.000 per kilo semenjak bulan puasa. Sedangkan daging ayam naik Rp 4.000 per ekor dari harga biasanya.

Agar kenaikan harga? tidak bertambah tinggi, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI berencana akan menggelar pasar murah di 26 tempat selama tiga hari hingga 10 Oktober mendatang. Pasar murah bagi kalangan bawah ini juga akan menyediakan minyak goreng seharga Rp 7.000 per liter dan daging sapi Rp 45.000 per kilo.Stok memang boleh aman tetapi pedagang berharap jalur distribusinya pangan juga lancar. “Harga tidak akan naik signifikan bila tidak terjadi keterlambatan dan hujan besar dalam dua hari ini,” kata Ngadiran, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI).

Menurut Ngadiran, pemerintah perlu juga mewaspadai stok pasca Lebaran terutama telur dan makanan cepat saji. Sebab, setelah Lebaran, biasanya roda bisnis belum bergerak lancar.? Akibatnya, distribusi bahan makanan tersendat. Makanya, APPSI minta pemerintah berkoordinasi dengan pengusaha untuk mengantisipasinya. (*)

Minggu, Oktober 07, 2007

Ingat Janji Fauzi Bowo, Besok Kita Tagih Realisasinya

[The Indonesia Watch] - Fauzi Bowo dan Prijanto akhirnya dilantik menjadi Gubernur/Wagub DKI Jakarta. Tentu saja semua warga berharap agar gubernur baru ini dapat merealisasikan janji-janji yang diumumkan kepada warga, pada saat kampanye tempo lalu. Pengalaman yang sudah-sudah, biasanya janji tinggal janji, namun realisasinya entah sampai di mana.

Warga Jakarta tentu saja tidak mau janji kosong. Dengan penuh kesadaran untuk menciptakan Jakarta yang aman, nyaman, dan sejahtera, sebaiknya semua komponen warga Jakarta mencermati perjalanan kinerja kepemimpinan Fauzi Bowo. Janji yang direalisasikan tentu pantas kita puji, tetapi yang tidak direalisasikan tentu kita akan tagih bersama-sama.

Berdasarkan catatan media, berikut ini sebagian kecil janji-janji Fauzi Bowo semasa kampanye. Pertama, soal pendidikan : meningkatkan mutu pendidikan dan menambah kualitas sekolah gratis yang selama ini sudah berjalan dan mengembangkan sekolah kejuruan. Kedua, soal kesehatan : meningkatkan kualitas rumah sakit pemerintah dan menyediakan obat-obatan yang cukup dengan harga yang terjangkau.

Ketiga, soal transportasi : melanjutkan pembangunan monorel, subway, dan sejenisnya demi kelancaran arus lalu lintas. Keempat, soal ekonomi : penguatan akses modal dan akses pasar bagi UKM dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan. Kelima, soal sosial : memberdayakan masyarakat untuk mengembangkan diri sendiri sehingga mampu berpartisipasi dalam pembangunan. Dan, masih banyak janji lainnya.

Tentu saja, untuk merealisasikan janji-janji tersebut tidak semudah mengucapkannya. Namun demikian, sebaiknya Fauzi Bowo/Prijanto sudah memberikan sinyal-sinyal atau tanda-tanda untuk merealisasikannya dalam Seratus (100) Hari Pertama sebagai Gubernur/Wakil Gubernur. Jika dalam 100 hari pertama masih belum ada sinyal positif untuk merealisasikan janjinya, kami merasa pesimistis Fauzi Bowo bisa lebih sukses dibanding Sutiyoso, pendahulunya. Kita lihat saja, nanti. (*)

Jumat, Oktober 05, 2007

Wartawan Harus Mendukung Polisi untuk Menumpas Gerombolan Illegal Logging

[The Jakarta Watch] - Menarik sekali Pernyataan Kapolda Riau Brigjen Polisi Drs Sutjiptadi dalam pertemuan dengan pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI yang meminta agar wartawan sungguh-sungguh berpihak kepada rakyat dan berpihak kepada kebenaran. Selain itu, Kapolda juga mengharapkan agar media independen dan netral, dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Mengapa Kapolda harus membuat pernyataan seperti itu?

Tentulah penyebabnya karena ada (bahkan banyak) oknum wartawan yang lebih berpihak kepada gerombolan illegal logging daripada berpihak kepada polisi. Banyak media yang menjadi corong pihak tertentu, baik itu pengusaha maupun pejabat. Akibatnya, pekerjaan polisi menumpas gerombolan illegal logging menjadi bukan perkara yang gampang. Apalagi yang
dihadapi polisi adalah dua perusahaan pulp raksasa yang dituding menjadi biang praktek illegal logging selama bertahun-tahun.

Menurut Kapolda, dua perusahaan tersebut memiliki lahan jutaan hektar yang bisa mereka kuasai selama 94 tahun. Hal demikian tentu saja sangat memprihatinkan, karena hutan tersebut diobrak-abrik tanpa menindahkan aturan dan dan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Akibat pejabat dan pengusaha melakukan kolusi gila-gilaan, beberapa spesies tumbuh-tumbuhan, binatang, serta kelestarian alam pun menjadi punah. Nah, kini polisi sudah memiliki bukti-bukti yang lengkap mengenai masalah tersebut, termasuk manupulasi dokumen-dokumen yang dilakukan oleh gerombolan illegal logging tersebut.

Sangat tidak pada tempatnya, jika wartawan yang seharusnya menjadi pengawal kebenaran, malah membantu membelokkan informasi yang sengaja disetir oleh para gerombolan pelaku illegal logging. Kinilah saatnya, wartawan mendukung polisi untuk menumpas gerombolan illegal logging. Hal ini sangat penting untuk digarisbawahi, soalnya wartawan yang tidak membela kebenaran namun malah membela kejahatan, sebenarnya tidak ada bedanya dengan penjahat itu sendiri.

(Sumber : Pelita (6/10/2007), Media Indonesia (12/10/2007).